This down town spice up my day~ |
Jadiii, semenjak kamar kosan aku sudah pindah ke lantai dua *oke itu sudah lama sekali, like a whole semester I've lived upstairs hahaha* aku memutuskan untuk mendekorasi ulang semuanya. Berawal dari eyel-eyelan sama Ibu penjaga kosan soal cat kamarnya sampe blablabla soal barang-barang lama mbak kosan yang sudah pindah tapi digeletakin gitu aja di depan kamar baruku. Tapi mengingat aku hanya akan bertahan satu tahun lagi di kamar ini, then mengalah sajalah. Sooo, even the wall has very-very-literally pale green color, I still love my new room. OK, let's make it a comfy nest!
What will you need:
1. Selotip hitam (I used Vinyl Electrical Tape, because it's very cheap, IDR 1K for 1 roll, LOL!)
2. Gunting atau Cutter
3. Penggaris
First time first!
Bayangkan pola cityline yang kamu inginkan. Banyak sekali referensi siluet kota di internet, go to Pinterest for more interesting references. Aku memilih pola New York abal-abal karena gampang ditiru dan nggak akan ngabisin banyak selotip. Btw, nggak usah di sketch dulu di tembok, langsung aja biar cepet!
Setelah itu, mulai tempelkan selotip di tembok. Nah ini nih gunanya penggaris. Since aku adalah orang yang gemes banget kalo ngeliat garis yang nggak lurus dan presisi, maka aku pake penggaris untuk membantu membuat pola-pola outline kotanya. Bayangkan bangunan yang saling tumpuk menumpuk ketika dilihat dari tampak depan dan kreasikan selotipmu di atas tembok yang polosan itu heuheuheu.
And voilaaaa .........
Nggak mirip New York sama sekali, LOL! Ngasal sih ini hehehe |
BONUS NARSIS DI POSTINGAN INI!!! :3
Easy, rite? |
I only spent about 5-6 rolls of tape. FYI karena ini selotip kabel jadi dia ngga nempel banget gitu di tembok, jadi someday mau dicopot juga nggak bakalan bekas & nggak bakalan diomelin Ibu Kos heuheuheu.
Well, it's so easy, cheap, and cool. Happy Crafting!
Selamat menuju weekend!
XOXO
Salah seorang murid SD Inpres Waling Spaciby di Banda Besar, Maluku Tengah (Credit by Aditya Rimba) |
Tulisan ini pernah diikutkan dalam program seleksi #MenyapaNegeriku
PENDAPAT DAN IMPIANMU TENTANG PENDIDIKAN INDONESIA
Saya
dibesarkan atas pemahaman betapa pentingnya mengenyam pendidikan formal. Saya
dididik atas pengertian bahwa pendidikan yang baik akan menjamin sebuah
kehidupan yang berarti; lebih dari sekedar orientasi materi. Dua puluh satu
tahun makan bangku pendidikan formal lantas tak menjadikan saya membuka mata
tentang apa itu pendidikan. Maka seharusnya pendidikan bukan cuma sekedar hitungan matematika
selama dua jam sehari, atau tentang ujian nasional enam mata pelajaran dalam
tiga hari. Saya bersyukur dikenalkan dengan Kelas Inspirasi yang menyadarkan
bahwa ilmu tak melulu soal duduk di bangku hingga pukul satu. Tak juga tentang
berpuluh-puluh buku pelajaran satu semester yang seringnya terasa berat untuk
dipanggul. Tidak, saya tidak sedang mengintimidasi soal sistem pendidikan. Cuma
seringnya kita lupa, sistem itu cuma sebatas teknis. Selebihnya itu tentang
mendidik dengan hati; tentang guru-guru yang rela bangun pagi untuk berbagi.
Mungkin jika pendidikan hanya sebatas soal kejar-mengejar materi, sekarang saya
tak pernah ingat alasan Mr. Sartono membubarkan PNI. Ya, karena guru saya—Pak
Kies—yang dengan semangatnya memeragakan tokoh demi tokoh perjuangan Indonesia
maka saya jarang lupa tentang sejarah hingga sekarang.
Indonesia
butuh hati yang diletakkan pada tiap-tiap pengajar, butuh lebih banyak Pak Kies;
yang tidak hanya menjelaskan panjang lebar tentang sin cos tan, atau hanya
mengantarkan untuk mendapatkan selembar kertas berlabel ‘ijazah’ lalu kemudian
lupa gunanya apa. Karena saya rasa pendidikan itu bukan cuma perkara ilmu
formal yang wajib dihabiskan dalam dua belas tahun; jika beruntung ditambah
empat tahun di perguruan yang lebih tinggi. Ini soal mencerdaskan bangsa,
memberikan inspirasi, menanamkan sopan santun, membangun kepercayaan diri,
membentuk pola pikir nasionalis, menumbuhkan bibit-bibit mandiri, dan menjadikan
masyarakat Indonesia masyarakat yang madani. Yang semuanya saya percayai dapat
dipupuk sejak dini melalui cara yang efektif; melalui pendidikan formal dengan
cara yang lebih manusiawi. Saya percaya membiasakan seorang anak memiliki
integritas dalam dirinya akan mencetak satu bibit pemimpin bangsa.
Saya bermimpi tentang sekolah yang menyenangkan, tanpa tekanan takut hukuman karena nilai jelek atau tak mengerjakan PR. Saya bermimpi tentang pendidikan yang jujur dan sederhana; tanpa perlu khawatir soal tidak naik kelas atau manipulasi nilai hanya demi kepuasan pada rapor tanpa angka merah. Saya bermimpi tentang pendidikan yang membangun bangsa dan negeri, bukan embel-embel ngeri soal peluang kerja yang semakin sempit. Saya bermimpi tentang pendidikan yang menyeluruh dirasakan secara adil di seluruh pelosok negeri; berbagi cerita tentang hebatnya Alexander Agung bersama murid-murid daerah Anambas, bermain cerdas cermat bersama siswa Sumba Timur, atau belajar memaksimalkan fungsi internet pada teman-teman di wilayah terluar Indonesia. Serta bersama-sama menyamaratakan pemahaman di seluruh Indonesia betapa istimewanya menjadi siswa melalui pendidikan formal, yang tak hanya diajarkan teori tapi juga apa itu memanusiakan manusia.
Saya bermimpi tentang sekolah yang menyenangkan, tanpa tekanan takut hukuman karena nilai jelek atau tak mengerjakan PR. Saya bermimpi tentang pendidikan yang jujur dan sederhana; tanpa perlu khawatir soal tidak naik kelas atau manipulasi nilai hanya demi kepuasan pada rapor tanpa angka merah. Saya bermimpi tentang pendidikan yang membangun bangsa dan negeri, bukan embel-embel ngeri soal peluang kerja yang semakin sempit. Saya bermimpi tentang pendidikan yang menyeluruh dirasakan secara adil di seluruh pelosok negeri; berbagi cerita tentang hebatnya Alexander Agung bersama murid-murid daerah Anambas, bermain cerdas cermat bersama siswa Sumba Timur, atau belajar memaksimalkan fungsi internet pada teman-teman di wilayah terluar Indonesia. Serta bersama-sama menyamaratakan pemahaman di seluruh Indonesia betapa istimewanya menjadi siswa melalui pendidikan formal, yang tak hanya diajarkan teori tapi juga apa itu memanusiakan manusia.
Ditulis saat aku mainstream dan iseng banget ikutan apply #MenyapaNegeriku yang jelas sekali aku nggak mungkin lolos sih :))))) etapi pas buka-buka file lama dan nemu ini, setelah dibaca lagi kok menyentuh hati, jadi aku share :')
Eh, beneran menyentuh nggak sih? HAHAHAHA.
Thanks God it's Freeyeay!
Kali ini aku bakalan bikin DIY Vase yang super easy dan super murah karena bahan-bahannya hasil dari leles-leles di dapur wkwkwkwk. Kadang sampah nggak selalu sampah ya gengs. Btw, ini buatnya udah dari jaman baholaaaaa, sekita awal Februari tapi baru sempet di posting sekarang. Mungkin karena penyakit lamaku kambuh ya, bakalan males banget kalo gambar yang diambil nggak keliatan artsy sama sekali hiks. Jadi kalo postingan kali ini gambarnya welek polpolan plis jangan langsung dihapus dari blogroll ya blognya :'(
Oke, kalian bakal butuuuuhhh:
1. Kemasan plastik bekas (aku pake plastik bekas selai cokelat bermerk mor***)
2. Gold spray paint (I bought it on Artland Sutos)
3. Cat besi/kayu
4. Gunting
5. Selotip kertas
Caranya cukup mudah!
Pertama bersihkan kemasan plastik bekas dari labelnya. Banyak cara yang bisa kamu tiru di internet atau wikihow tapi if you ask me, aku menggunakan air panas untuk mengelupas labelnya. Caranya adalah didihkan air dan tunggu beberapa menit agar suhunya sedikit turun, lalu rendam botol di dalam air hangat selama satu jam. Setelah itu dijamin labelnya lebih mudah dikelupas.
Kedua, botol yang udah bersih dikeringkan. Setelah kering tuang cat hingga seperempat botol terisi. Tutup botol rapat lalu ratakan cat di seluruh bagian dalam botol dengan mengocoknya. Setelah rata, buka tutup botol dan keringkan botol selama satu hari atau sampai cat mengering dengan posisi terbalik sehingga catnya bisa jatuh. Hati-hati ya gengs jangan sampe catnya belepotan kemana-mana ahahaha. Pake alas koran kalo perlu biar nggak kotor.
Ketiga! Well kalo udah kering botolmu bakaln lucu banget karena udah punya warna di dalemnya. Move, lapisi luar botol dengan selotip kertas. Kenapa sih harus selotip kertas? Karena selotip kertas lebih mudah dipasang dan dilepas tanpa meninggalkan bekas kenangan. Buat pola sesukamu ya! Eits tapi inget, bagian yang terbuka adalah bagian yang nantinya akan terkena gold spray. Aku sendiri memilih untuk bikin pola yang teramat sederhana dan nggak niat yaitu stripe.
The last, semprot botol berbalut selotip kertas dengan gold spray, alasi dengan koran dan usahakan jangan main spray di tempat yang berangin karena ntar kamu yang bakalan kena spray wkwkwk. Semprot tipis-tipis hingga semua rata. Tunggu kering biar nggak belepotan kemana-mana. Setelah kering naaaaah baru kelupas selotip kertasnyaaa!
and voilaaaaaaaaa~~~
Not bad, huh?
No. No. No.
Ternyata sesuatu bernama 'diperbudak oleh kemalasan' itu bener-bener nyata. Yep, aku korbannya. Resolusi untuk konsisten menulis blog satu kali dalam dua minggu kayaknya bakal berakhir wacana untuk tahun ini. Bayangin aja, bikin DIY udah. Foto-foto prosesnya udah. Edit foto udah. Bahkan untuk bikin satu postingan aja malesnya susah banget dikalahin :((
Tapi untunglah DIY yang kali ini nggak terlalu makan banyak waktu dan tenaga buat dilakuin. Aku bakal bikin hiasan jendela, karena jendela kosan yang menghadap keluar kebetulan punya view yang nggak artsy banget. Sekali lagi karena kemalasan ini sepertinya nggak berujung, that's why I'm feeling so ORIGAMI, yeay! Mengingat membuat origami sangat mudah, nggak butuh banyak waktu, murah meriah, dan menyenangkan.
So, lets do this!
Well, aku nggak akan bikin tutorial sendiri, thanks God I'm an internet generation. Aku mendapatkan tutorial membuat origami dari poulettemagique.com. Meski blognya ditulis dengan bahasa Prancis, tutorialnya gampang banget untuk dimengerti loh. Jadi bahan-bahan yang kamu butuhkan dalam DIY kali ini adalah
1. Kertas origami
2. Lem
3. Gunting
4. Tali
5. Selotip bening
6. Kesabaran
Check how poulettemagique.com makes ice cream origami here!
Voilaaaaaa, et de voir la mine! Ulangi sampai (insert how many you need) kali.
And see how I arrange it into hiasan-jendela-kosan-apa-adanya pake tali dan selotip.
Wait, kamu mungkin juga butuh tutorial untuk kaktusnya ya. Yuk simak cara bikin origami kaktus.
Also you can get daily dose of origami in this Origami Paper by Kiss TH Entertaiment application. Aplikasi yang sangat membantu buat orang-orang pemula origami macam aku ini. Kamu bisa dapetin banyak tutorial origami mulai dari buah-buahan, Halloween, Christmas, sayur-sayuran, tanaman, alfabet, dan lain-lainnya. Banyaaaaak banget deh pokoknya!
Naaaaaahh, DIY kali ini effortless banget kan ya. Kalo begini aja masih males ngelakuin berarti malesnya udah level unbeatable :'( duh jangan sampe deh yaaaaa. Selamat mencoba! xoxo
*Alert: postingan ini mengandung curhat berlebihan tentang satu tahun lepas dari dunia pendidikan*
The first thing that cross in my mind is ‘Thanks God, I’m survived!’
Pernah nggak sih ngerasa kalo kamu adalah the most dumbass person yang nggak bisa dikasih tanggung jawab apapun? Atau ngerasa super insecure karena kamu nggak punya keahlian apa-apa dibanding temenmu yang lainnya? That kind of feeling hits me a year ago. Nggak cuma ketika lulus dari kuliah diploma aja sih sebenernya, pertanyaan semacam ‘abis ini mau ngapain?’ atau ‘plan kedepannya gimana?’ udah mulai menghantu semenjak masuk di awal perkuliahan semester satu. Why? Because I’m the one who good in theorictical but less in practical sedari dulu. Begitu mudahnya cari nilai A tapi nggak bisa diajakin kerjasama ngerjain proyekan itu sesuatu yang ‘yaelah moment’ banget ketika kamu memilih belajar di sekolah vokasi.
Dan ketakutan itu semakin menyata ketika sukses besar melepas gelar mahasiswa diploma tanggal 21 Spetember tahun 2014. Bahagia? Iya. Terharu? Iya. But mostly the euforia can’t hide all the things that I’m afraid of. Apalagi ngeliat temen-temen yang udah pada diterima kerja duluan. Rasanya antara turut berbahagia dan sedih nyampur jadi satu. Jadi fresh graduate itu nggak gampang, apalagi yang belum punya pengalaman kerja kayak aku.
Part yang lebih bikin sedih adalah ketika justru diri kamu sendiri yang nggak yakin sama kemampuanmu sendiri. It’s the most pathetic scene tho. It happens to me. Lemme tell you how insecure I am. Jadi orang extrovert yang saat kuliah aktif di organisasi, aktif di lingkungan pertemanan, dilabeli ‘hits’ cuma karena kamu kenal si ini dan si itu yang juga ‘hits’, dan terkategori sebagai orang yang vocal justru seringnya bikin kamu malah tertekan. I REALLY MEAN IT! Saat kamu keluar dari kursi aman bernama ‘pendidikan’ kamu seperti memasuki tahapan baru yang dimulai dari nol dan orang-orang akan mulai menyorot ‘what is she gonna do now?’ seperti biasanya. Yep! Scene ini kayaknya cuma ada di otakmu tapi kamu bener-bener yakin bahwa yes, people trying to judge you. And it’s currently the most hard part of my life. Prespektif ini sebenernya bisa memunculkan dua kemungkinan aksi yang bakal dijalanin. Satu, terjebak di ke-insecurities-an dan hidup dalam berandai-andai. Dua, you gonna break a leg and show to them that you can do something.
Well, I choose the second option. *dengan terseok-seok dan penuh drama sok tegar*
Being a fresh graduate make you in the bottom list of job hunter (bener atau enggak, sayangnya itu yang tertancap kuat-kuat di otak). Segala macam broadcastan dan info soal job fair are totally a bullshit kalo menyadari bahwa kamu lulusan diploma Multimedia Broadcasting yang berharap punya posisi di industri kreatif, karena hampir sebagian besar perusahaan industri kreatif nggak akan cari karyawan lewat job fair. Dan aku pernah terjebak di keadaan mencari-pekerjaan-di-jobfair selama dua bulan lamanya, sebelum menyadari kalo it’s totally waste my time.
Sampe akhirnya aku berhenti di satu titik dan mencoba memahami situasi dengan membuka mata lebar-lebar tentang apa yang nyata sekarang. So being a freshgrad is not only a curse but also a blessing, karena sesungguhnya kamu bisa melakukan apa aja yang kamu inginkan (asalkan kamu berani, asalkan kupingmu nggak panas kena nyinyiran orang). It’s okay to slow down for a while and thinking what you gonna do. Akhirnya aku memutuskan untuk membuat wishlist. Yap, a wishlist di akhir tahun 2014.
Here’s my wishlist (asli bukan resolusi!)
1. Tetep aktif di komunitas sosial
2. Ngerasain kerja di majalah
3. Bergabung dengan Jawa Pos Group
4. Lanjut sekolah lagi demi sarjana
5. Business trip to somewhere
6. Mencoba peruntungan mengejar dollar (?)
And guess what? Thanks God, I made it all!
Satu tahun rasanya waktu yang sangat sangat sangat cepat untuk merasakan semuanya sekalian. Diperbolehkan bergabung dengan PadMagz pada November 2014 sekaligus merasakan bussiness trip ke Lombok di April 2015 sungguh pengalaman yang nggak bisa disepelekan. Meski nyatanya PadMagz bukan majalah besar sekelas GoGirl! yang lama aku idamkan, tapi justru dari PadMagz aku dapet ilmu banyaaaaak banget soal majalah baik dari sisi redaksi maupun manajemen. Desember 2014, aku masih dikasih kesempatan untuk bergabung dengan salah satu komunitas sosial yang membantu rehabilitasi Gang Dolly. Selama di PadMagz aku juga mencoba peruntungan mengejar dollar (seperti yang selalu disarankan Mas Pandu) dengan cara freelance jual keahlian gambar abal-abal yang alhamdulillah hasilnya bisa dibuat beli senjata baru buat gambar. Kemudian pada Mei 2015, hasil dari bolak-balik kirim CV ke DBL Indonesia berbuah satu kursi di divisi Public Media Relation. Meski cuma empat bulan bergabung (yaelah chik, kayak anak magang) dan mau nggak mau dapet amanah megang DBL Surabaya, bisa dibilang that was the most both grateful and terrific part of 2015. Well, akhirnya aku merasakan gimana rasanya di kader ala ala Jawa Pos Group. Akhir Agustus 2015 aku diterima sebagai salah satu mahasiswa Program Transfer Sarjana Ilmu Komunikasi UNS *speechless* *sujud syukur* *2015 most galau moment* yang berhasil bikin aku bolak balik Surabaya-Solo tiga kali dalam dua minggu.
Bagian terbaik adalah bertemu dengan banyak orang yang hingga detik ini masih ngasih perubahan yang positif di hidupku. Yang ngajarin banyak hal yang sebelumnya nggak pernah aku tahu. Yang menawarkan kepercayaan ke aku untuk melakukan jobdes penting. Yang membuka mata kalo dunia ini teramat luas, teramat banyak yang bisa dipelajari, dan masing-masing dari kita berhak untuk terus belajar dan mengembangkan diri bahkan di umur yang nggak muda lagi.
Satu hal yang aku sadari saat ini, semua hal ini nggak pernah bisa dibilang ‘keren’ atau ‘sukses’ atau ‘wow’ kalo dibandingin dengan pencapaian-pencapaian temen-temen kuliah yang notabene udah kerja di perusahaan besar dan punya penghasilan dua sampe tiga kali lebih banyak dari aku. But at least I do it with my own way. Ignoring what society says and keep looking forward may be the most difficult part. Setidaknya meskipun nggak keren, hal-hal tersebut tetep ngasih pembelajaran dan pendewasaan sampe sekarang aku jadi the 2016 version of me. Bolak-balik merutuki diri sendiri karena nggak kunjung dapet pekerjaan yang keren atau merasa nggak bisa ngelakuin hal apapun adalah tindakan terbodoh sedunia akhirat yang aku lakukan. Nggak ada yang bisa mengunderestimate seseorang; tidak dirinya sendiri, tidak juga orang lain.
Selain itu belajar ikhlas adalah satu hal yang aku syukuri bisa aku diskusikan sama Mas Pandu yang selalu bilang ‘dilakoni wae’ di saat aku udah mencak-mencak senewen ketika aku nggak bisa dapet apa yang aku inginkan. Kalimat ‘tersesat di jalan yang benar’ akhir-akhir ini juga terus menggantung di depan mata seperti semboyan yang akhirnya makin menyata. Mungkin aku nggak akan pernah punya 6 wishlist absurd yang sekarang sangat aku syukuri kalo dulu aku ngotot jadi dokter gigi atau akhirnya nyerah kuliah MMB di tengah jalan. Hal-hal yang dulu rasanya berantakan, dikerjakan terpaksa, atau nggak kita sukai mungkin akhirnya akan menuntun kita ke jalan sesat yang malah lebih indah dari yang kita cita-citakan.
Well, 2015 merupakan tahun penuh krisis yang akhirnya malah paling membekas. Semacam kenangan, yang luka malah yang makin kerasa *tsah*. Banyak hal yang menekan namun justru pada akhirnya paling mendewasakan. Sesungguhnya dalam hidup ini, ada hal-hal yang perlu kita lakukan dan perjuangkan sebaik-baiknya. Tahun 2015 ala aku menarik kesimpulan bahwa all we have to do is believe that possibility is infinity. Nggak ada hal terbaik yang bisa dilakukan selain terus belajar, berusaha, dan bersyukur.
Cerita ini ditulis sebagai refleksi dan berbagi pengalaman selama tahun 2015