Membebaskan Rindu
March 14, 2017
Untuk belenggu masa lalu,
Hai, apa kabar? Sudah lama tak bersua ya. Terkadang
tiba-tiba saja ingat kamu, secepat kilatan cahaya pertanyaan itu selalu muncul “kamu
lagi ngapain ya?”. Detik berikutnya aku terus menanyakan pertanyaan wajib setelahnya
“kamu pernah kepikiran aku juga nggak ya?”. Ini konyol! Harusnya aku bahagia
jika kamu tak pernah menampakkan raut mukamu di depanku lagi. Harusnya aku
gembira tak terkira jika kamu harus pindah jauh jauh jauh sekali dari kota ini.
Tapi ternyata tidak. Aku malu mengakuinya. Aku merindukanmu. Seperti
pepohonan merindukan hujan di tengah kemarau panjang.
Kamu tau tidak, aku masih hafal betul aroma tubuhmu, entah
itu minyak wangimu atau semerbak pewangi pakaian yang menempel seharian di
kemeja kesayanganmu. Aku masih ingat caramu menyibakkan rambut. Atau caramu
membenarkan kacamatamu. Atau di lengan mana kamu memakai jam tangamu. Atau
sepatu apa yang kamu pilih di hari-hari gerimis. Atau tatapan menyebalkan
milikmu saat kita berdebat seru. Atau cara bicaramu—bahkan pemilihan katamu.
Atau caramu tersenyum padaku. Aku ingat betul.
Iya, aku rindu. Seringnya jadi sendu. Tolong, jangan membenciku.
Sungguh aku ingin cerita padamu tentang hidupku—aku ingin
mengadu. Pinginnya sih berkeluh kesah seperti tempo dulu dipundakmu. Ngomel ini
itu tentang betapa nggak adilnya dunia sama aku. Meracau tentang bermacam-macam
kegelisahan. Tentang hal-hal naif yang diam-diam aku pikirkan. Marah-marah,
menyebut sumpah serapah dengan lantang, menyumpahi orang-orang menyebalkan.
Sungguh aku ingin melakukan itu sekarang. Bersamamu. Karena cuma kamu yang tau
apa yang tepat diucapkan, apa yang tepat ditindakkan, dan apa yang tepat
didiamkan.
Aku sudah lelah berusaha menghubungimu lewat semesta.
Membisikkan namamu bersama angin. Menanyakan kabarmu lewat telepati. Menemuimu
lewat mimpi. Mengirimkan firasat-firasat yang bersenyawa dengan udara. Dan
menyelipkan dirimu di tiap doa. Katanya semesta berkonspirasi? Nyatanya pesanku
tak kunjung kamu balas. Katanya semesta mengamini apa yang aku imani? Tapi
kenapa kamu belum juga sadar jika aku masih disini. Sendiri.
Bukankah menahun itu waktu yang lama untuk jatuh cinta
lagi?
Bukankah kita sama-sama telah mengikhlaskan apa yang sudah
terjadi?
Bukankah masa lalu seringnya cuma bikin candu?
Lalu kenapa aku masih saja betah menunggu?
1 comments
:( I know how you feel...terkadang pertanyaan-pertanyaan konyol itu seringkali muncul
ReplyDeletetapi kita tidak bisa berjalan mundur kan..